Penulis : Ari Keling
Editor : Budi Dermawan
Penerbit : Zettu
Tebal :
192 halaman
Kategori : Novel
ISBN : 978-602-7999-68-8
Sinopsis:
“Aku anak matahari .... Aku tak hanya
menggantungkan cita-citaku di langit, tapi aku juga berusaha dan berdoa untuk
terbang menggapainya .... Sebab untuk apa jika hanya menggantungkan cita-cita
setinggi langit, lalu duduk memangku dagu sambil sedikit mendongakkan kepala
hanya untuk melihatnya, tapi tak pernah berusaha dan berda untuk terbang
menggapainya? Hari ini aku melihat dunia, tapi nanti dunia yang akan melihatku!
Sebab aku percaya, jika aku bergerak, Tuhan juga bergerak.”
Dan di bawah langit Jakarta, semuanya
pun bermula.
Review:
Novel ini menceritaka kehidupan dari 3
pemulung di Jakarta. Mereka masih remaja, tapi sejak kecil mereka sudah ada di
jalanan. Mereka adalah Sundari, Roni, Heri. Walaupun hanya pemulung, mereka
punya cita-cita. Namun sayang, di tengah cerita si Heri meninggal dunia.
Setelah Heri meninggal, Sundari dan Roni berniat untuk menggapai cita-cita
mereka. Sundari ingin jadi penulis, Roni ingin jadi musisi. Banyak halangan
yang mereka lalui sebelum cita-citanya terwujud.
Dari awal baca aku udah hanyut ke
dalam ceritanya. Penggambaran tokohnya bagus, bahasanya ringan dan mudah
dipahami. Baru awal aku udah mau nangis bayangin keadaan Sundari yang
sebenarnya, benar-benar merasa jadi Sundari. Novelnya juga menginspirasi
banget, kita harusnya bersyukur karena masih beruntung dibandingkan anak
jalanan yang belum tentu tahu orang tuanya. Pokoknya baca novel ini bikin aku
sadar, kalau kehidupan itu yang semuanya mulus dan bahagia. Pasti di luar sana
banyak yang belum bisa merasakan apa itu bahagia.
Di dalamnya juga ada beberapa puisi
yang menggambarkan kehidupan anak jalanan. Tapi sayang ada kekurangan di dalam
novel ini, yaitu aku nemu tanda (“) yang gak sesuai letaknya. Ceritanya juga
masih kurang panjang menurutku, hahaha. Tapi keseluruhan bagus banget, aku
kasih 4 bintang dari 5 bintang J
aku rekomendasikan novel ini untuk dibaca. Sekian ...
Tebar
kata-kata:
“Ternyata
benar kata orang, ibukota itu lebih kejam dari ibu tiri.” (hlm. 36)
“Orang
sukses awalnya bukan orang sukses, karena semua butuh proses.” (hlm. 59)
“Kalo ada
niat baik sebaiknya jangan ditunda tunda.” (hlm. 67)
“Hati paling
patah seorang anak adalah ketidaktahuan bagaimana wajah kedua orang tuanya,
serta tidak memiliki kenangan bersama mereka.” (hlm. 88)
“Inilah
hidup, di mana semuanya tidak bisa tercipta sesuai keinginan kita.”(hlm. 88)
“Mereka
semua adalah orang-orang kecil yang terjepit oleh keadaan kota besar.” (hlm.
124)
“Dulu aku
yang melihat dunia, sekarang dunia yang melihatku.” (hlm. 189)
“Jangan
hanya menggantungkan cita-citamu di langit, tapi juga harus berusaha dan berdoa
untuk terbang menggapainya.” (hlm. 190)