Ketulusan Ibu
Tak ada yang mau terlahir dengan tidak sempurna. Semua Ibu pasti menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, namun tidak dengan Nara. Sejak lahir Nara hanya memiliki satu tangan, yang membuat Ibunya bersedih. Tangan yang dimiliki Nara hanya sebelah kanan, yang sebelah kiri sama sekali tidak ada. Ibunya selalu merawat Nara dengan sabar, mencoba untuk menerima sebuah kenyataan yang tidak mudah.
Sampai
sekarang disaat Nara sudah menginjak usia 17 tahun, Ibunya masih terus membantu
Nara melakukan kegiatan yang sulit bagi Nara. Ayah Nara sudah meninggal
beberapa tahun lalu, sekarang Ibunya yang bekerja untuk kelanjutan hidup
mereka. Walaupun harus bekerja, Ibu tetap bisa merawat Nara dengan baik.
Seperti
malam ini, Ibu membantu Nara mengambil makan malamnya. Mereka makan malam
dengan kesunyian. Setelah makan, Nara ingin membantu Ibu membereskan semua
piring, namun Ibu tidak memperbolehkannya. Nara hanya bisa mengikuti Ibunya sampai
dapur.
“Ibu,
terima kasih selama ini sudah mau merawat Nara. Maafkan Nara yang menyusahkan
Ibu.” Nara memandang Ibunya dengan mata berkaca-kaca.
“Jangan
bilang seperti itu nak, kamu tidak pernah menyusahkan Ibu. Ibu beruntung punya
anak seperti kamu yang tidak mudah menyerah.” Ibu mengusap kepala Nara, sambil
tersenyum.
“Tapi
aku tidak seperti anak yang lain Bu, aku tidak sempurna.” Nara menundukkan
kepalanya, air matanya jatuh.
Ibu
merasa tersayat mendengar ucapan Nara. Selama ini Ibu tidak pernah mengungkit
tentang ketidak sempurnaan Nara. Ibu ikhlas melakukan apapun untuk Nara. “Tidak
Nara, bagi Ibu Nara adalah anak yang sempurna. Karena Nara memiliki semua yang
dimiliki orang lain. Walaupun hanya memiliki satu tangan, tapi Nara tetap
memiliki tangan, bukan? Tetaplah menjadi Nara yang kuat, jangan pernah bersedih
lagi. Ibu akan selalu ada bersamamu.” Ibu tersenyum, yang membuat Nara ikut
tersenyum.
“Terima
kasih, Bu. Ibu memang yang terbaik.” Nara memeluk Ibu. Sejenak suasana menjadi
hening. Mereka menikmati pelukan penuh kasih sayang tersebut.
Ibu melepaskan pelukan itu. “Sudah ya Nara,
jangan berpikiran seperti itu lagi. sekarang Nara ke kamar, belajar yang rajin
agar Ibu tambah bangga sama kamu.”
Dengan
perasaan terharu, Nara pergi ke kamarnya. Di dalam kamar, ia memikirkan omongan
Ibunya tadi. Apa yang dikatakan Ibunya, membuat Nara sadar akan sebuah
ketulusan dari seorang Ibu. Ia tidak pernah menyangka akan terlahir tidak
sempurna, namun di balik ketidaksempurnaan itulah yang membuatnya menyadari hal
paling berharga. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi seorang Ibu untuk
anak-anaknya.
Nara
akhirnya tertidur, ia terlaluh lelah untuk memikirkan balas budi terhadap semua
yang sudah Ibunya lalukan untuknya.
--------------
Pagi
ini Nara pergi sekolah seperti biasa, diantar oleh Ibu. Meskipun Nara memiliki
kekurangan, ia memiliki banyak teman yang selalu ada saat dia membutuhkan. Nara
sangat beruntung memiliki orang-orang yang sayang dan peduli dengan dia,
terutama Ibunya yang tak pernah lelah menjaga dan merawatnya sampai sebesar
ini.
Nara
berjalan dari gerbang sekolah menuju kelasnya. Saat ia sampai di depan pintu
kelas, terdengar suara seseorang menyapanya. “Selamat pagi, Nara.” Suara Dea,
salah satu teman Nara.
Melihat
Nara yang di ambang pintu, teman-temannya menghampiri. “Selamat pagi, Dea.”
Nara tersenyum melihat teman-temannya mendatanginya.
“Kamu
sudah kasih apa ke Ibumu?” sekarang Sevi yang bertanya.
“Maksudnya?”
Nara tidak mengerti ucapan Sevi.
“Loh
hari ini kan hari Ibu. Kamu lupa Nara?” Lisa menyahut.
“Sekarang
tanggal berapa? Aku benar-benar lupa. Aku belum mempersiapkan apapun. Bagaimana
ini?” Nara terlihat sedih, ia sudah melupakan hal yang paling penting.
“Kamu
tenang aja, kita sudah punya ide. Iya, kan teman-teman?” Dea meengerling mata
ke arah semua temannya.
“Ide
apa?” Nara masih terlihat sedih, suaranya terdengar sangat lirih.
“Kamu
nanti bikin video tentang rasa sayangmu ke Ibumu. Nanti kita semua akan bantu,
iya, kan teman-teman?” Dea dengan semangatnya memberi masukan untuk Nara.
“Iya,
kita akan bantu.” Kompak suara kedua temannya.
“Tapi,
apa itu saja sudah cukup untuk aku berikan Ibuku?” Nara masih menimbang-nimbang
ide dari Dea. Semua temannya memandang Nara penuh harap, Nara merasa tak enak
hati. Ia akhirnya menyetujui ide itu. “Baiklah, aku akan buat video itu.” Tepat
setelah mengucapkan itu, bel masuk berbunyi. Mereka membubarkan diri untuk
mengikuti pelajaran.
---------------
Se[ulang
sekolah, Nara dijemput Ibunya. Nara tak masuk kamar, ia malah mengajak Ibunya
ke ruang tamu. Ibunya yang bingung tetap mengikuti keinginan Nara. Di ruang
tamu, Nara membuka ponselnya mencari-cari video yang telah dibuatnya tadi waktu
jam istirahat.
“Kamu
cari apa, Nara?” Ibu menatap Nara dengan wajah bingung. Alisnya saling bertaut.
“Kenapa mengajak Ibu ke sini? Kamu harus ganti baju dulu, ayo ke kamar saja.”
Ibu
hendak berdiri, namun suara Nara menghentikannya. “Disini saja, Bu. Ada yang
mau Nara tunjukan untuk Ibu.” Nara menyerahkan ponselnya ke Ibu. “Ini, coba Ibu
lihat. Aku harap Ibu menyukainya.”
Ibu
memperhatikan layar ponsel dengan teliti. Setiap kata-kata yang diucapkan Nara,
membuat Ibu perlahan meneteskan air mata. Tangan kanan Ibu memegang ponsel,
sedangkan tangan kiri sibuk menyeka air mata yang sudah membanjiri wajahnya.
Nara terus memperhatikan setiap ekspresi maupun gerak-gerik Ibunya. sekitar 5
menit video itu berputar, dan berhenti dengan sendirinya.
Ibu
tak kuasa lagi, Nara langsung dipeluknya. Kata yang diucapkan Nara dalam video
itu sangat sederhana.
Selamat Hari Ibu, terima kasih telah menjadi
Ibu yang terbaik untuk Nara. Nara sangat menyayangi Ibu, Nara sangat bersyukur
memiliki Ibu yang rela melakukan apapun untuk Nara. Nara sangat bahagia. Walaupun
Nara bukan anak norma, ketulusan Ibu sudah membuat Nara bertahan sampai
sekarang. Nara akan selalu mendoakan Ibu, akan selalu rajin belajar untuk
membuat Ibu bangga dengan Nara. -I Love You, Mom-
Kalimat
sederhana itulah yang membuat Ibu terharu. Perlahan, Ibu melepaskan pelukannya.
“Nara, kamu anak Ibu yang sangat Ibu sayangi. Terima kasih, nak.” Ibu tidak
bisa mengucapkan apapun lagi.
Nara
mengerti, Ibunya selama ini tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Ibunya
selalu tersenyum di depannya. Ibu memang tak pernah kenal lelah merawat
anak-anaknya, seberapa buruknya anak, Ibu akan tetap selalu menyayanginya.
Tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan
keikhlasan seorang Ibu.
“Nara
yang harus berterima kasih, Bu. Nara hanya bisa memberikan ini, masih jauh
untuk bisa membalas ketulusan Ibu. Selamat Hari Ibu.” Nara tersenyum, mencium
kedua pipi Ibunya. Lalu menghapus air mata yang masih belum berhenti menetes.
Keduanya
pun akhirnya tersenyum bersama dalam suasana terharu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar