Sabtu, 27 Februari 2016

cerpen~Ketulusan Ibu



Ketulusan Ibu

            Tak ada yang mau terlahir dengan tidak sempurna. Semua Ibu pasti menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, namun tidak dengan Nara. Sejak lahir Nara hanya memiliki satu tangan, yang membuat Ibunya bersedih. Tangan yang dimiliki Nara hanya sebelah kanan, yang sebelah kiri sama sekali tidak ada. Ibunya selalu merawat Nara dengan sabar, mencoba untuk menerima sebuah kenyataan yang tidak mudah.
            Sampai sekarang disaat Nara sudah menginjak usia 17 tahun, Ibunya masih terus membantu Nara melakukan kegiatan yang sulit bagi Nara. Ayah Nara sudah meninggal beberapa tahun lalu, sekarang Ibunya yang bekerja untuk kelanjutan hidup mereka. Walaupun harus bekerja, Ibu tetap bisa merawat Nara dengan baik.
            Seperti malam ini, Ibu membantu Nara mengambil makan malamnya. Mereka makan malam dengan kesunyian. Setelah makan, Nara ingin membantu Ibu membereskan semua piring, namun Ibu tidak memperbolehkannya. Nara hanya bisa mengikuti Ibunya sampai dapur.
            “Ibu, terima kasih selama ini sudah mau merawat Nara. Maafkan Nara yang menyusahkan Ibu.” Nara memandang Ibunya dengan mata berkaca-kaca.
            “Jangan bilang seperti itu nak, kamu tidak pernah menyusahkan Ibu. Ibu beruntung punya anak seperti kamu yang tidak mudah menyerah.” Ibu mengusap kepala Nara, sambil tersenyum.
            “Tapi aku tidak seperti anak yang lain Bu, aku tidak sempurna.” Nara menundukkan kepalanya, air matanya jatuh.
            Ibu merasa tersayat mendengar ucapan Nara. Selama ini Ibu tidak pernah mengungkit tentang ketidak sempurnaan Nara. Ibu ikhlas melakukan apapun untuk Nara. “Tidak Nara, bagi Ibu Nara adalah anak yang sempurna. Karena Nara memiliki semua yang dimiliki orang lain. Walaupun hanya memiliki satu tangan, tapi Nara tetap memiliki tangan, bukan? Tetaplah menjadi Nara yang kuat, jangan pernah bersedih lagi. Ibu akan selalu ada bersamamu.” Ibu tersenyum, yang membuat Nara ikut tersenyum.
            “Terima kasih, Bu. Ibu memang yang terbaik.” Nara memeluk Ibu. Sejenak suasana menjadi hening. Mereka menikmati pelukan penuh kasih sayang tersebut.
             Ibu melepaskan pelukan itu. “Sudah ya Nara, jangan berpikiran seperti itu lagi. sekarang Nara ke kamar, belajar yang rajin agar Ibu tambah bangga sama kamu.”
            Dengan perasaan terharu, Nara pergi ke kamarnya. Di dalam kamar, ia memikirkan omongan Ibunya tadi. Apa yang dikatakan Ibunya, membuat Nara sadar akan sebuah ketulusan dari seorang Ibu. Ia tidak pernah menyangka akan terlahir tidak sempurna, namun di balik ketidaksempurnaan itulah yang membuatnya menyadari hal paling berharga. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi seorang Ibu untuk anak-anaknya.
            Nara akhirnya tertidur, ia terlaluh lelah untuk memikirkan balas budi terhadap semua yang sudah Ibunya lalukan untuknya.
--------------
            Pagi ini Nara pergi sekolah seperti biasa, diantar oleh Ibu. Meskipun Nara memiliki kekurangan, ia memiliki banyak teman yang selalu ada saat dia membutuhkan. Nara sangat beruntung memiliki orang-orang yang sayang dan peduli dengan dia, terutama Ibunya yang tak pernah lelah menjaga dan merawatnya sampai sebesar ini.
            Nara berjalan dari gerbang sekolah menuju kelasnya. Saat ia sampai di depan pintu kelas, terdengar suara seseorang menyapanya. “Selamat pagi, Nara.” Suara Dea, salah satu teman Nara.
            Melihat Nara yang di ambang pintu, teman-temannya menghampiri. “Selamat pagi, Dea.” Nara tersenyum melihat teman-temannya mendatanginya.
            “Kamu sudah kasih apa ke Ibumu?” sekarang Sevi yang bertanya.
            “Maksudnya?” Nara tidak mengerti ucapan Sevi.
            “Loh hari ini kan hari Ibu. Kamu lupa Nara?” Lisa menyahut.
            “Sekarang tanggal berapa? Aku benar-benar lupa. Aku belum mempersiapkan apapun. Bagaimana ini?” Nara terlihat sedih, ia sudah melupakan hal yang paling penting.
            “Kamu tenang aja, kita sudah punya ide. Iya, kan teman-teman?” Dea meengerling mata ke arah semua temannya.
            “Ide apa?” Nara masih terlihat sedih, suaranya terdengar sangat lirih.
            “Kamu nanti bikin video tentang rasa sayangmu ke Ibumu. Nanti kita semua akan bantu, iya, kan teman-teman?” Dea dengan semangatnya memberi masukan untuk Nara.
            “Iya, kita akan bantu.” Kompak suara kedua temannya.
            “Tapi, apa itu saja sudah cukup untuk aku berikan Ibuku?” Nara masih menimbang-nimbang ide dari Dea. Semua temannya memandang Nara penuh harap, Nara merasa tak enak hati. Ia akhirnya menyetujui ide itu. “Baiklah, aku akan buat video itu.” Tepat setelah mengucapkan itu, bel masuk berbunyi. Mereka membubarkan diri untuk mengikuti pelajaran.
---------------
            Se[ulang sekolah, Nara dijemput Ibunya. Nara tak masuk kamar, ia malah mengajak Ibunya ke ruang tamu. Ibunya yang bingung tetap mengikuti keinginan Nara. Di ruang tamu, Nara membuka ponselnya mencari-cari video yang telah dibuatnya tadi waktu jam istirahat.
            “Kamu cari apa, Nara?” Ibu menatap Nara dengan wajah bingung. Alisnya saling bertaut. “Kenapa mengajak Ibu ke sini? Kamu harus ganti baju dulu, ayo ke kamar saja.”
            Ibu hendak berdiri, namun suara Nara menghentikannya. “Disini saja, Bu. Ada yang mau Nara tunjukan untuk Ibu.” Nara menyerahkan ponselnya ke Ibu. “Ini, coba Ibu lihat. Aku harap Ibu menyukainya.”
            Ibu memperhatikan layar ponsel dengan teliti. Setiap kata-kata yang diucapkan Nara, membuat Ibu perlahan meneteskan air mata. Tangan kanan Ibu memegang ponsel, sedangkan tangan kiri sibuk menyeka air mata yang sudah membanjiri wajahnya. Nara terus memperhatikan setiap ekspresi maupun gerak-gerik Ibunya. sekitar 5 menit video itu berputar, dan berhenti dengan sendirinya.
            Ibu tak kuasa lagi, Nara langsung dipeluknya. Kata yang diucapkan Nara dalam video itu sangat sederhana.
            Selamat Hari Ibu, terima kasih telah menjadi Ibu yang terbaik untuk Nara. Nara sangat menyayangi Ibu, Nara sangat bersyukur memiliki Ibu yang rela melakukan apapun untuk Nara. Nara sangat bahagia. Walaupun Nara bukan anak norma, ketulusan Ibu sudah membuat Nara bertahan sampai sekarang. Nara akan selalu mendoakan Ibu, akan selalu rajin belajar untuk membuat Ibu bangga dengan Nara. -I Love You, Mom-
            Kalimat sederhana itulah yang membuat Ibu terharu. Perlahan, Ibu melepaskan pelukannya. “Nara, kamu anak Ibu yang sangat Ibu sayangi. Terima kasih, nak.” Ibu tidak bisa mengucapkan apapun lagi.
            Nara mengerti, Ibunya selama ini tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Ibunya selalu tersenyum di depannya. Ibu memang tak pernah kenal lelah merawat anak-anaknya, seberapa buruknya anak, Ibu akan tetap selalu menyayanginya. Tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang, ketulusan, kesabaran dan keikhlasan seorang Ibu.
            “Nara yang harus berterima kasih, Bu. Nara hanya bisa memberikan ini, masih jauh untuk bisa membalas ketulusan Ibu. Selamat Hari Ibu.” Nara tersenyum, mencium kedua pipi Ibunya. Lalu menghapus air mata yang masih belum berhenti menetes.
            Keduanya pun akhirnya tersenyum bersama dalam suasana terharu.

Tidak ada komentar: